Selasa, 15 Februari 2011

Biawak Sisir

Tersebutlah kisah persahabatan dua Raja yaitu Raja Seberang Lautan dan Raja Sebelah Lautan. Merekaa berjanji apabila salah satu di antara mereka mempunyai anak laki-laki maka mereka akan mendatangi yang mempunyai anak perempuan.
Ternyata Raja Seberang Lautan mendapat seorang anak laki-laki, sehingga Raja Seberang Lautan mendatangi Raja Sebelah Lautan, akan tetapi sang Raja merasa malu karena anaknya berbentuk Biawak Sisir bukan berbentuk manusia biasa.
Beberapa waktu kemudian Biawak Sisir tumbuh dewasa dan ia pun menemui ibunya dan berkata
“Ibu aku ingin jalan-jalan ke kerajaan Sebelah Lautan”
“tapi kamu tidak sama dengan manusia yang lain, Nak”.
Namun Biawak Sisir tetap bersikeras pergi ke kerajaan seberang Lautan.
Biawak Sisir terus berjalan sampai ke kerajaan Sebelah Lautan dan bertemu dengan seorang putri.
“Hai pemuda siapa namamu dan darimana asalmu? “Tanya Putri.
“Aku Biawak Sisir berasal dari kerajaan Seberang Laut mencari teman yang dapat
kujadikan tempat berbagi suka dan duka”
“Kalau begitu maukah kau ke rumahku”
“Baiklah” jawab Biawak Sisir.
Akhirnya sampailah mereka di rumah sang Putri, mereka bercakap-cakap dan bertukar cincin mencocokkan jari Biawak Sisir dan Putri.
Tak terasa hari petang Biawak Sisir berpamitan pulang ke rumahnya.
“Darimana saja kamu, Nak?” Tanya ibu
“Aku dari kerajaan Sebelah Lautan bu!” jawab Biawak Sisir.
Kemudian Biawak Sisir menceritakan pertemuannya dengan Putri Kerajaan Sebelah Lautan tersebut ia merasa tertarik dengan Putrid an memperlihatkan cincin, selendang, kain dan baju pemberian Putri Raja tersebut.
Kemudian Biawak Sisir memohon kepada ayahnya untuk melamar sang Putri Raja Sebelah Lautan pada malam purnama ini.
Ayahnya berkata “Tapi ayah malu Nak, kamu bukan seperti orang biasa”.
“Kita turuti saja lah Pak” jawab ibu.
Dengan berat hati ayah menuruti permintaan Biawak Sisir.
Biawak Sisir merasa senang dan gembira mendengar permintaannya dipenuhi.

Sampailah waktu yang telah ditentukan lamaran pun dilaksanakan. Mereka disambut oleh sang Raja Sebelah Lautan, Ayah berkata “Maafkan aku sahabat anakku tidak sama dengan orang lain ia adalah Biawak Sisir”.
“Tidak mengapa, lamaran kalian tetap kuterima apalagi mereka sudah saling cinta tapi ada satu syarat” jawab Raja
Ayah Biawak Sisir berkata “Apa syaratnya”.
“Aku minta Biawak Sisir membuat sebuah Negeri, kalau Biawak Sisir mampu memenuhi permintaanku maka aku akan menerima kamu menjadi menantuku” jawab Raja Sebelah Lautan.

Ayah biawak Sisir bertanya “Apakah kamu sanggup memenuhi permintaan ayah sang Putri”.
“Baiklah aku akan memenuhi permintaan Ayah sang Putri untuk membuat sebuah Negeri asalkan kami dinikahkan terlebih dahulu,” jawab Biawak Sisir.
Akhirnya pernikahan pun dilangsungkan, namun dua minggu pernikahan mereka ternyata permintaan Ayah sang Putri belum terpenuhi, melihat hal itu Ayah Putri marah “Hai Putri mengapa suamimu tidak menepati janjinya untuk membuat sebuah negeri, kalau ku tahu seperti ini tentu pernikahan ini tidak akan terjadi”. Mendengar hal itu Biawak Sisir berkata pada istrinya “Saya akan memenuhi permintaan ayahmu tapi tolong carikan jeruk nipis tujuh setangkai, budak turun tujuh”, kemudian Biawak Sisir mengajak istrinya ke laut untuk mandi, ia berpesan “jika kita sampai di laut ucapkanlah apa uang kau inginkan”
“Baiklah” jawab sang Istri

Sesampainya di laut sang istri berucap “Kembalikan suamiku seperti manusia biasa”. Biawak Sisir membakar kemenyan putih sambil berkata
“Jual anak jual kangkung kalau aku anak dewa terima sekali segala yang kuajung
(kuperintah) datang”.
Biawak Sisir turun ke laut dan menyelam cukup lama, tiba-tiba muncul kerumpang (kulit) Biawak Sisir itu lalu diambil oleh sang istri, tak lama kemudian muncullah seorang pemuda tampan yang tiada bandingannya. Pemuda itu tak lain adalah Biawak Sisir yang telah berubah wujud aslinya. Betapa senang hati sang Putri melihat suaminya telah menjadi manusia biasa.
Kemudian Putri diajak ke suatu tempat di tepi hutan, hutan tersebut dibakar dan dibersihkan, setelah dibersihkan Pemuda itu kembali membaca mantra “Jual anak jual anak kangkung kalau aku dewa turun sekali, segala yang kuajung (kuperintah) dating, jeramba emas banyak emas, angsa menjutai atau sampai ke laut”. Tiba-tiba keajaiban terjadi hutan yang telah merekaa bakar api pun reda tinggal asapnya kedua suami istri sudah berada di dalam istana yang sangat megah.
Akhirnya mereka pulang ke kerajaan dan menceritakan semuanya kepada Raja. Sebelum mereka pindah ke negeri baru itu Biawak Sisir berganti nama ‘MEGAT HARI’ Megat Hari kemudian menjadi Raja di negeri baru itu smapai turun temurun.

Puyang Beremban Besi

Sekitar abad ke 15 di Pangkalan Balai tepatnya di daerah Muara Tambangan (Boom Berlian) terdapat pemukiman yang bernama Talang Gelumbang. Pemukiman ini awalnya hanya terdapat tujuh buah rumah yang berdekatan, penduduk daerah tersebut bernama pencaharian pertanian dan perikanan, penduduknya hidup dengan damai, kemakmuran daerah tersebut terdengar oleh para perampok Selat Malaka mendatangi daerah tersebut untuk mengambil dan merampas harta benda dan menteror masyarakat setempat.

Alkisah tersebutlah seorang tokoh bernama Beremban Besi (Puyang Beremban Besi). Beremban Besi semasa kecil orang tuanya sudah meninggal, dia hidup sebatang kara hidupnya serba kekurangan dia pun sangat tidak terurus, rambutnya dibiarkan gondrong (panjang). Setelah berumur kira-kira tujuh tahun Beremban Besi diasuh oleh kakeknya yang berada di lihir Sungai Banyuasin untuk membantu kakeknya bercocok tanam.
Pada suatu hari cucu sang kakek (Beremban Besi) terjatuh dari ketinggian namun tidak sedikitpun terluka, karena peristiwa itu kakek Beremban Besi mulai sadar bahwa cucunya mempunyai kesaktian yang luar biasa kebal terhadap senjata tajam apapun, melihat itu maka Beremban Besi diajari ilmu bela diri untuk membela kebenaran.
Setelah Beremban Besi beranjak remaja, Beremban Besi melihat ada kapal besar yang menuju ke hulu Sungai Banyuasin, karena baru pertama kali Beremban Besi melihat kapal besar itu, ia pun bercerita pada kakeknya.
Kakek Beremban Besi kaget dan berkata “itu pertanda malapetaka bagi penduduknya”. Beremban Besi diperintahkan kakeknya ke hulu sungai untuk melihat para perampok merampas harta benda dan menyiksa orang namun tidak ada yang berani melawan.

Mengetahui hal itu Beremban Besi berteriak “Hai perampok hentikan kebiadaban kalian”. Namun, para perampok tidak berhenti bahkan semakin menjadi-jadi. Kepala perampok menjawab “Hai anak kecil pergi kau dari sini kalau tidak kau pun akan kubunuh”.

Akan tetapi Beremban Besi tidak menghiraukan bentakan kepala perampok itu sehingga terjadi perkelahian antara para perampok dengan Berembang Besi dalam perkelahian itu tombak, pedang dan senjata tajam para perampok tidak satu pun yang dapat melukai Berembang Besi. Perkelahian terus berlanjut sampai ke daerah hillir Talang Gelumbang (Muara Tambang), karena perkelahian berhari-hari di kawasan pohon nipah mengakibatkan pohon itu daunnya menjadi kuning, sehingga sekarang dikenal dengan Nipah Kuning.

Jumat, 11 Februari 2011

Asal Usul Pangkalan Balai

          Kisah ini menceritakan ada suatu perkampungan yang diberi nama 'Talang Gelumbang'. Penduduk awalnya hanya dihuni tujuh buah rumah oleh beberapa keluarga yang dipimpin oleh tiga tokoh masyarakat yaitu pertama Puyang Beremban Besi seorang pahlawan, penduduk asli yang mempunyai kekuatan kebaal terhadap berbagai senjata tajam, kedua Bujang Merawan selaku pimpinan Pemerintahan, dan ketiga adalah Cahaya Bintang selaku pimpinan adat.

           Di antara ketiga tokoh tersebut ada yang berasal dari Cirebon anak Mangkubumi dari kesultanan CCirebon karena kebijaksanaan dan wibawaa mereka, desa kecil itu terus berkembang, satu persatu rumah bertambah, karena banyak daya tarik dari desa ini, akhirnya desa ini menjadi perkampungan yang ramai.

          Mata pencaharian penduduk desa ini adalah bercocok tanam dan sebagai nelayan, kehidupan masyarakat desa ini selalu dalam suasana aman dan damai. Sekitar tahun 1600 datanglah seorang yang tak dikenal dengan kapal layar bernama 'Tuan Bangsali', beliau ternyata seorang ulama, beliau menyebarkan agama islam sehingga penduduk baik laki-laki maupun perempuan belajar agama islam.
           Tuan Bangsali memilih Thalib Wali sebagai orang kepercayaannya atau orang yang pandai ilmu agama.

           Setelah kedatangan Tuan Bangsali desa ini mengalami perkembangan yang pesat, karena kampung ini kecil dan kurang memadai maka pemimpin desa ini memperluas kampung dan memindahkan penduduknya ke seberang yang diberi nama Napal.
           Di desa Napal ini mereka membangun perkampungan baru dan banyak rumah kokoh berdiri, kemudian penduduk membangun sebuah Balai Desa yang cukup besar dan sebuah Pangkalan tempat berlabuhnya perahu dagang dan perahu nelayan Pangkalan ini diberi nama Pangkalan Napal atau Pangkalan Bangsali.

           Beberapa tahun kemudian Puyang Beremban Besi wafat dan berwasiat agar dimakamkan di hilir dusun (kira-kira dua kilometer dari Boom Berlian) teernyata di tempat makam beliau ditumbuhi nipah kuning. Setelah wafatnya Puyang Beremban Besi kemudian Bujang Merawan dan Cahaya Bintang pun mengundurkan diri karena sudah tua dan sering sakit-sakitan.

           Akhirnya kepemimpinan beralih ke tangan Thalib Wali. Kemudian Thalib Wali menunjuk dua orang yaitu Puyang Rantau Pendodo sebagai kepala pemerintahan dan Muning Cana sebagai orang yang gagah berani.

           Thalib Wali ini bernama Munai maka orang-orang desa ini memanggil beliau dengan sebutan 'Muning Munai'. Karena perkembangan desa dan keadaan pemerintahan yang kurang memadai, maka Thalib Wali mengambil kebijaksanaan bersama musyawarah rakyat setempat untuk memilih wakil-wakilnya, mereka yang terpilih adalah Ngunang sebagai Rio (kerio) Desa inni untuk pertama kalinya. Kemudian Thalib Wali ditetapkan menjadi khotib yang mengemban tugas agama sebagai pencatat nikah, tolak, dan rujuk, mengurus kelahirran dan kematian serta mengurus persedekahan rakyat.

          Beberapa tahun kemudian Tuan Bangsali menilai adda beberapa orang yang pandai ilmu agama islam mereka adalah Thalib Wali dan Dul.
          Sedangkan Dul berasal dari Talang Majapani (Lubuk Rengas) dan kedua orang ini diajak pergi haji ke tanah suci Mekkah dengan menggunakan perahu layar. Setahun kemudian mereka yang pergi haji tersebut kembali ke desa ini, yaitu Serumpun Pohon Paojenggih dan Serumpun Pohon Beringin Nyusang.

          Dengan ketentuan harus ditanam di dusun, pohon Poejenggih ditanam di sebelah kiri naik dan Pohon Beringin Nyusang ditanam di sebelah kanan naik, sedangkan Dul membawa serumpun Maje, dari tahun ke tahun dusun ini terus mengalami kemajuan dan masih tetap bernama 'Talang Gelumbang' dan pangkalannya masih tetap bernama Pangkalan Bangsali.
           Setelah 40 tahun, wafatlah Kerio Ngunang, kerena perkembangan dusun sangat pesat maka dipilih seorang pasira (Depati) oleh Susuhunan Raja-raja Palembang, yang kedudukan di dusun Limau.

           Menurut ceritanya, Dusun Limau ini dibuat oleh anak dalam Muara Bengkulu. Rio ayung seorang anak dari Mangku Bumi Kesultanan Majapahit padda waktu Majapahit jatuh kekuasaannya, maka kelima anak dari Mangku Bumi melarikan diri ke Sumatera yaitu yang tertua ke daerah Sung Sang bernama Ratu Senuhun, yang kedua di daerah Limau bernama Rio Bayung, yang ketiga di daerah Betung bernama Rima Demam, dan dua orang wanita di daerh Abad Penungkal (Air Hitam).


Ratu Senuhun pada waktu berlayar perahunya tersangsang (tersangkut) dan tidak bias turun lagi, maka daerah tersebut dinamakan Sung Sang, tetapi sebenarnya adalah Sang-Sang, sedangkan Depati Bang Seman, anaknya yang menjabat sebagai depati, namun istrinya meninggal, maka Depati Buta, karena matanya buta sebelah, tetapi kewibawaannya tinggi dan pergaulannya sangatlah luas, maka orang-orang hormat padanya. Setelah tujuh tahun beliau memegang tampuk pemerintahan, kemudian beliau sakit dan wafat.
            Setiap dusun yang ada Rio (kepala desaa) harus mempunyai seorang khotib, yang bertugas mencatat nikah, tolak, rujuk, kematian, kelahiran, dan persedekahan rakyat. Perhubungan laut di Dusun Limau sulit untuk dijangkau maka diambil suatu kebijaksanaan bahwa pemerintahan Stap Pasirah dipindahkan ke Dusun Galang Tinggi. Dusun Galang Tinggi konon ceritanya dibuat oleh si Pahit Lidah, setelah di dusun Galang Tinggi diadakan musyawarah dan hasil musyawarah itu terpilihlah Depati Jebah sebagai depati pertama di dusun Galang Tinggi, lima tahun kemudian Jebah wafat dan digantikan oleh depati Renyab.
             Konon kabar di suatu desa yang bernama dusun Galang Tinggi, dusun ini dibuat oleh seorang yang sangat sakti mandraguna karena apa yang diucapkannya akan menjadi misalnya, seekor gajah yang sedang menyeberang laut si Pahit Lidah berucap menjadi batu maka gajah itupun akan berubah menjadi batu dan banyak lagi kejadian-kejadian yang lain. Oleh karena itu, dia dijuluki si Pahit Lidah dan bukti-bukti peristiwa itu masih dapat kita saksikan sampai sekarang. Di dusun Galing Tinggi ini kemudian ada pertarungan untuk memilih depati harus dengan keputusan musyawarah bersama, maka terpilihnya seorang yang bernama mentadi. Mentadi adalah saudara kandung ibu Depati  Berdin yang bungsu Thalib Wali bernama Mentadi dipilih menjadi depati.
            Setelah lebih kurang empat tahun Mentadi menjadi depati di Tanjung Menang terjadi kemarau panjang selama Sembilan bulan. Pada waktu itu kayu bergesekan maka keluarlah api, pada saat itu pula Mentadi sedang membuat sebuah ladang ketika ia membakar ladangnya untuk dibersihkan ternyata api itupun menyebar luas lalu membakar hutan-hutan dan kampong-kampung kecil sekitarnya ada dua rumah yang  di dalamnya ada orang tua yang sedang sakit dan anak berumur dua tahun ikut terbakar dan meninggal dunia.
            Karena peristiwa itu maka Depati Mentadi dijatuhi hukuman oleh hakim pada waktu itu, dia dihukum selama tiga tahun penjara dan diberhentikan sebagai depati. Penjara (obak) itu dinamakan Macan Lindung, akan tetapi Mentadi mempunyai sahabat karib yang bernama Marem Bubok dan Jamaer yang nama aslinya Tamsi.
            Kedua sahabat Mentadi mengharap pengadilan akan menemani Mentadi selama dalam penjara, pengadilan pun memperbolehkan, akhirnya hukuman Mentadi diputuskan hanya satu tahun berkat bantuan sahabatnya itu. Setelaah Mentadi berhenti dari jabatannya sebagai depati, maka dari hasil musyawarah terpilihlah pak Betiah sebagai depati dan beliau digelari sebagai Depati Bungkuk, saying beliau ini buta huruf dan hanya bisa menjabat depati selama tiga tahun.
            Semasa pemerintahan Depati Bungkuk Palembang telah jatuh kepada pemerintah Hindia Belanda. Kemudian Depati Bungkuk berhenti hasil musyawarah terpilih kembali Mentadi sebagai Depati untuk jabatan selama dua puluh tahun. Pada masa kepemimpinan Depati Mentadi pejabat-pejabat pemerintah Hindia Belanda dating ke dusun Tanjung Menang dan menanyakan mengapa nama dusun ini Tanjung Menang dan nama Pangkalannya adalah Pangkalan Bangsali, Depati Mentadi menerangkan bahwa dinamakan Tanjung Menang karena dusun ini telah berhasil memenangkan peperangan melawan Lanun (bajak laut) sedangkan Pangkalan Bangsali karena dibuat oleh Tuan Bangsali sendiri.
            Setelah Pemerintah Hindia Belanda mendengar alasan yang dikemukan oleh Depati Mentadi, maka mereka mengadakan musyawarah untuk mengubah nama dusun Tanjung Menang menjadi Pangkalan Bali oleh karena dusun Tanjung Menang mempunyai Balai maka namanya pun diubah menjadi Pangkalan Balai. Pangkalan Balai adalah pelabuhan Balai tempat pertemuan oleh karena itu, Pangkalan Balai mempunyai arti tempat berlabuh yang digunakan untuk pertemuan-pertemuan.
            Itulah asal usul nama kota Pangkalan Balai yang terletak di Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan yang sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Banyuasin sejak 2002.

Munai Sang Srikandi

          Alkisah tersebutlah cerita tentang kekejaman bajak laut di Selat Malaka yang terkenal sejak zaman Hangtuah. Wilayah kekuasaan bajak laut atau yang disebut Lanun telah menyebar sampai ke perairan Kesultanan Palembang. Sebelumnya, Puyang Beremban Besi seorang tokoh masyarakat di daerah Banyuasin pernah menumpas para bajak laut ini, sayangnya Lanun atau bajak laut yang masih hidup dilepas begitu saja pulang ke tempat asalnya. Dari cerita-cerita tersebutlah, entah generasi ke berapa para Lanun atau Bajak Laut datang kembali dengan kekuatan penuh dengan persenjataan yang lengkap mendatangi dusun Talang Gelumbang yang sudah aman, tentram dan damai, dengan tujuan merapas harta kekayaan penduduk di wilayah tersebut.

          Sejak awal berdirinya dusun Talang Gelumbang telah mempunyai perangkat dusun berupa Pemimpin Keamanan, Pemimpin Kemasyarakatan, dan Pemimpin Adat. Di bawah kepemimpinan perangkat dusun inilah, mereka bebas berusaha, bertani, dan merantau meninggalkan kampung halaman untuk mencari nafkah. Ternyata kedamaian di dusun tersebut terusik dengan datangnya bajak laut atau Lanun yang sangat kejam dan berilmu sakti bernama Minak Raden.
          Inilah awal perjuangan sang Srikandi Munai.

          Munai adalah seorang gadis biasa yang berasal dari keluarga terhormat, dia adalah putri dari Thalib Wali pemimpin dusun Talang Gelumbang. Menurut cerita ia adalah gadis yang sangat cantik di dusun tersebut, kulitnya putih kuning dan rambutnya panjang ke lutut.
kecantikannya sudah menjadi buah bibir orang dusun tersebut, bahkan terdengar sampai ke dusun sekitar. Perihal kecantikannya Munai pun sudah diketahui keluarga Kesultanan Palembang. Salah satu Pengeran bermaksud meminang Munai untuk dijadikan sebagai selir, dan rencana ini pun ditentang dan ditolak oleh orang tua Munai, yaitu Thalib Wali yang dikenal sebagai orang yang sakti. Thalib Wali sadar bahwa penolakkanya terhadap keluarga kesultanan untuk menjadikan anaknya sebagai selir akan membawa petaka. Oleh karena itu, langsung saja diterima ayahnya. Sejak saat itu Munai resmi bertunangan. Keesokkan harinya ayah Munai Thalib Wali pergi ada urusan ke dusun seberang.

          Menurut tradisi atau adat istiadat setempat, apabila seorang perempuan sudah dipertunangkan harus mematuhi ketentuan adat, yakni 'Ayam Sikok Belumbung Duo' artinya keluarga kedua belah pihak harus menjaga calon pengantin terutama perempuan, ia tidak diperkenankan mandi sendirian ke sungai, tidak diperkenankan masuk hutan dan pantangan-pantangan lainnya, apabila ingin pergi hajatan ia harus di temani kawan-kawan remajanya termasuk kebiasaan menjemur padi, menumbuk padi dan sebagainya. Seperti biasanya Munai dan remaja lainnya sedang menjemur padi, sedangkan tunangannya bekerja di sekitar dusun itu juga membelah kayu atau puntung untuk digunakan sebagai bahan bakar persedekahan. Pada saat itulah orang-orang berlarian, berteriak, "Ada Lanun" alis Perampok Bajak Laut.

          Para bajak laut itu datang dengan rombongan lebih kurang 150 orang yang dipimpin oleh Minak Raden memasuki dusun Talang Gelumbang, mereka masuk ke rumah-rumah menyendera laki-laki dan perempuan serta merampas harta benda yang ada. Laki-laki diikat dan disiksa sedangkan perempuan dikumpulkan pada suatu tempat. Akhirnya para Lanun datang ke tempat Munai dan kawan-kawannya. Betapa terkejutnya Minak Raden melihat kecantikkan Munai yang menurutnya tidak ada bandingannya, lalu ia berkata "Rupanya ada bunga rupawan di sini, sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan akan kujadikan istriku",
mendengar perkataan Minak Raden, tunangan Munai menjadi naik pitam, marah dan langsung mengayunkan kapak pembelah kayu ke arah Minak Raden, tapi Minak Raden tidak terluka. Melihat kejadian tersebut anak buah Minak Raden langsung menangkap tunangan Munai dan berusaha untuk menyiksa bahkan membunuhnya. Pada saat genting tersebutlah Munai berkata " Nanti dulu tuan-tuan yang terhormat, saya mohon orang-orang dusun kami jangan disiksa dan dibunuh, silahkan ambil semua yang tuan kehendaki, tetapi jangan kami disakiti". Kemudian Minak Raden berkata lagi "Baiklah kalau begitu, tapi ada satu syarat, engkau harus bersedia menjadi istriku, aku kaya dan sangat berkuasa".
"Aku bersedia menjadi istrimu, asalkan dilamar secara baik-baik dan diramaikan melalui persedekahan yang meriah". jawab Munai.
Mendengar pernyataan Munai, tunangannya sangat kecewa dan timbul kesan bahwa Munai senang pada lelaki yang banyak istri dan sudah tua. Kemudian ia langsung lari masuk hutan karena kecewa. Melihat kejadian tersebut Munai hanya terdiam.

          Kemudian Munai dengan wibawanya memerintahkan orang-ornag dusun untuk menyiapkan keromongan menyambut tamu, memotong kerbau, menghibur tamu-tamu dengan kesenian. Semua remaja dan ibu-ibu rumah tangga diperintahkan untuk bergotong-royong masak nasi, daging kerbau dan lain-lain. Khusus makanan para tamu langsung dimasak sendiri oleh Munai. Ketika makan-makan berlangsung, para tamu dihidangkan makanan yang lezat, karena mereka jarang menikmati mekanan tersebut, mereka makan dengan lahapnya seluruh lauk pauk yang dihidangkan habis dimakan.
           Setelah makan dan menikmati hiburan mereka tertidur pulas, sampai keesokkan harinya tidak ada yang terbangun. Kemudian menjelang siang, Thalib Wali orang tua Munai pulang dari dusun seberang setelah diberitahukan oleh tunangan Munai, Thalib Wali memeriksa semua lanun atau bajak laut yang tertidur ternyata semuanya sudah mati, kecuali sang pemimpin Minak Raden karena ia sakti ia pun tidak ikut mati.

          Tipu muslihat yang dijalankan Munai memang hebat, khususnya untuk tamu-tamu bajak laut, ternyata lauk pauk daging kerbau ia campur dengan otak gajah yang sudah tersedia dirumahnya, otak gajah ini adalah racun yang dapat membunuh secara perlahan-lahan.
          Minak Raden melihat seluruh anak buahnya mati ia merasa tidak berani dan mohon ampun kepada Thalib Wali dan ia diizinkan untuk meninggalkan dusun Talang Gelumbang, langsung masuk hutan dan menghilang.

          Akhirnya semua orang memuji kecerdasan dan taktik yang diperankan Munai dan tunangannya sendiri yang semula sakit hati dan kecewa memuji keberanian Munai, akhirnya ratusan mayat bajak laut tersebut dipenggal dan dipisahkan badan, kepala, dan kaki lalu dibuang ke suatu tempat yang terlindung atau menjolok ke dalam (gaung) bernama Suak, karena baunya menyengat, Suak tersebut dinamakan Suak Bangkai di kampung Napal kelurahan Pangkalan Balai Banyuasin Sumatera Selatan.
          Untuk mengenang kepahlawanan Munai. Maka nama Munai diabadikan sebagai nama lapangan bola kaki yaitu 'Munai Serumpun' dan beberapa sendra tari yang banyak diperagakan oleh generasi muda sekarang.